
Biografi Zaid bin Tsabit: Penulis Wahyu Allah & Pengumpul Al-Qur'an
Zaid bin Tsabit An-Najjari Al-Anshari (612–637 M / 15 H) (Bahasa Arab: زيد بن ثابت), lebih dikenal dengan sebutan Zaid bin Tsabit, merupakan salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang memiliki peran besar dalam sejarah Islam, khususnya dalam pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an.
Beliau memeluk Islam saat masih berusia sekitar 11 tahun, tepatnya ketika terjadi Perang Badar. Pada masa itu, Rasulullah ﷺ memberikan bendera Bani Malik bin An-Najjar kepada Imarah sebagai komandan dalam Perang Tabuk, namun kemudian bendera tersebut dialihkan dan diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.
Ketika hal itu terjadi, Imarah bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
"Wahai Rasulullah, apakah engkau akan mengambil kembali sesuatu yang telah engkau berikan kepadaku?"
Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak, tetapi Al-Qur’an harus lebih didahulukan."
Hal ini karena Zaid bin Tsabit memiliki penguasaan bacaan Al-Qur’an yang lebih mendalam dibandingkan Imarah.
DAFTAR ISI
- Penulis Wahyu Rasulullah
- Peran dalam Pengumpulan Al-Qur’an
- Zaid bin Tsabit sebagai Ulama
- Jabatan dan Tugas Kenegaraan
- Puncak Peran dalam Pembukuan Al-Qur’an
- Wafatnya Zaid bin Tsabit
- Warisan yang Tak Ternilai
- Penutup
- Meneruskan Perjuangan Zaid bin Tsabit di Era Modern
- Membentuk Generasi Qur'ani yang Berprestasi
- Jembatan Antara Hafalan, Akademis, dan Masa Depan Anak
- Langkah Kecil untuk Perubahan Besar
Penulis Wahyu Rasulullah
Salah satu amanah besar yang diemban Zaid bin Tsabit adalah menjadi penulis wahyu bagi Rasulullah ﷺ.
Daya ingat yang tajam dan kecerdasannya membuat beliau dipercaya untuk menuliskan wahyu serta surat-surat Rasulullah sepanjang hidup beliau.
Zaid sendiri meriwayatkan sebuah kisah penting:
"Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku,
'Aku mengirim surat kepada suatu kaum, dan aku khawatir mereka akan menambah atau mengurangi isinya. Karena itu, pelajarilah bahasa Suryani.'Lalu aku mempelajarinya dan menguasainya dalam waktu 17 hari, serta bahasa Ibrani dalam 15 hari."*
Peran ini membuat Zaid menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di kalangan sahabat yang dikenal dekat dengan Rasulullah ﷺ.
Peran dalam Pengumpulan Al-Qur’an
Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, terjadi peristiwa penting dalam sejarah, yaitu Perang Al-Yamamah. Dalam perang ini, banyak para penghafal Al-Qur’an yang gugur, sehingga menimbulkan kekhawatiran mendalam di hati Umar bin Khattab.
Beliau khawatir jika para penghafal lain juga wafat, maka sebagian ayat Al-Qur’an bisa hilang.
Umar kemudian menyarankan kepada Abu Bakar agar menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf.
Mereka lalu memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya:
"Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan kami tidak meragukan kejujuranmu."
Awalnya, Zaid merasa tugas ini amat berat. Ia bahkan berkata, "Demi Allah, jika aku diminta memindahkan sebuah gunung, itu lebih ringan bagiku dibandingkan tugas menghimpun Al-Qur’an."
Namun, demi menjaga kemurnian kalam Allah, Zaid menerima amanah tersebut. Ia mulai mengumpulkan bagian-bagian Al-Qur’an yang tercecer, baik yang ditulis di perkamen, tulang belikat hewan, daun kurma, maupun yang tersimpan dalam hafalan para sahabat.
Dengan kehati-hatian yang luar biasa, Zaid memastikan tidak ada satu kesalahan pun dalam proses ini.
Akhirnya, ia berhasil menyelesaikan tugasnya sebelum Abu Bakar wafat. Mushaf yang dihasilkan kemudian diwariskan kepada Umar bin Khattab, dan setelah Umar wafat, mushaf tersebut diserahkan kepada Hafshah, putri Umar yang juga istri Rasulullah ﷺ sekaligus seorang hafizah Al-Qur’an.
Zaid bin Tsabit sebagai Ulama
Selain sebagai penulis wahyu, Zaid juga dikenal sebagai ulama besar di Madinah. Rasulullah ﷺ sendiri bersabda:
"Umatku yang paling menguasai ilmu faraidh (pembagian warisan) adalah Zaid bin Tsabit."
(HR. Tirmidzi)
Keilmuan Zaid mencakup fiqih, fatwa, dan faraidh, sehingga beliau kerap menjadi rujukan dalam berbagai masalah hukum Islam.
Dalam bidang hadis, Zaid meriwayatkan 92 hadis.
-
5 hadis di antaranya disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
-
Bukhari meriwayatkan 4 hadis tambahan darinya.
-
Muslim meriwayatkan 1 hadis tambahan darinya.
Keilmuan ini menjadikan Zaid sebagai salah satu tokoh sentral dalam perkembangan fiqih dan ilmu waris di kalangan sahabat.
Jabatan dan Tugas Kenegaraan
Kecerdasan dan integritas Zaid juga membuatnya dipercaya memegang berbagai posisi penting dalam pemerintahan Islam:
-
Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab, beliau diangkat menjadi bendahara negara.
-
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Zaid diberi amanah sebagai pengurus Baitul Maal.
-
Selain itu, Umar dan Utsman bahkan mempercayakan Zaid sebagai pemegang kekhalifahan sementara ketika mereka menunaikan ibadah haji.
Puncak Peran dalam Pembukuan Al-Qur’an
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, peran Zaid semakin vital. Ketika Abu Bakar dan Umar memutuskan untuk mengumpulkan Al-Qur’an, mereka memilih Zaid karena kecerdasan dan ketekunannya.
Zaid mengumpulkan potongan-potongan wahyu dari berbagai sumber:
-
Lembaran perkamen
-
Tulang hewan
-
Daun kurma
-
Hafalan para sahabat
Ia bekerja dengan penuh dedikasi, memeriksa setiap ayat dengan dua saksi untuk memastikan keasliannya.
Kerja keras ini menghasilkan mushaf yang menjadi standar umat Islam hingga saat ini.
Wafatnya Zaid bin Tsabit
Ketika Zaid bin Tsabit wafat, Abu Hurairah berkata:
"Telah wafat orang terbaik dari umat ini. Semoga Allah menjadikan Ibnu Abbas sebagai penggantinya."
Zaid meninggal dunia di Madinah pada usia 56 tahun.
Beberapa riwayat menyebutkan beliau wafat pada tahun 45 H, sementara yang lain menyebutkan 51 H atau 52 H.
Warisan yang Tak Ternilai
Zaid bin Tsabit meninggalkan warisan luar biasa bagi umat Islam.
Tanpa perannya dalam penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an, mungkin kita tidak akan menikmati kemurnian mushaf sebagaimana yang kita baca hari ini.
Dari perjalanan hidupnya, kita belajar tentang:
-
Keteguhan iman sejak usia muda.
-
Pengabdian total dalam menjaga kalam Allah.
-
Pentingnya ilmu, baik dalam fiqih, faraidh, maupun pemahaman Al-Qur’an.
Penutup
Zaid bin Tsabit bukan hanya seorang penulis wahyu, tetapi juga pahlawan intelektual dan spiritual dalam sejarah Islam.
Melalui dedikasinya, Al-Qur’an tetap terjaga keasliannya hingga akhir zaman.
Semoga Allah merahmati beliau dan menjadikan kita sebagai generasi yang terus mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an.
Sumber: Evanda Regita, 23 September 2021.
Meneruskan Perjuangan Zaid bin Tsabit di Era Modern
Kisah hidup Zaid bin Tsabit adalah teladan yang tak lekang oleh waktu. Beliau mengorbankan masa mudanya untuk menjaga dan menuliskan wahyu Allah, hingga kita hari ini bisa menikmati Al-Qur'an yang murni, tanpa ada yang terlewat sedikit pun.
Bayangkan, jika pada masa itu tidak ada seorang pemuda seperti Zaid yang berjuang, mungkin kita tidak akan mengenal Al-Qur'an sebagaimana yang kita baca sekarang.
Kisah ini mengajarkan bahwa peran generasi muda sangat penting dalam menjaga dan meneruskan warisan mulia ini.
Namun, di zaman modern yang penuh distraksi, tantangan generasi muda jauh lebih besar: godaan teknologi, pergaulan bebas, dan kurangnya ruang untuk mengembangkan potensi diri dalam suasana Islami yang sehat.
Lalu, bagaimana kita sebagai orang tua bisa menanamkan kecintaan kepada Al-Qur'an sekaligus memastikan anak-anak tetap unggul dalam akademis dan siap menghadapi masa depan mereka?
Membentuk Generasi Qur'ani yang Berprestasi
Bayangkan buah hati Anda tidak hanya hafal 30 juz Al-Qur'an, tetapi juga memiliki akhlak mulia, penguasaan bahasa Arab dan Inggris, serta keterampilan berpikir kritis yang siap membawa perubahan.
Ini bukan hanya tentang hafalan, tetapi membentuk karakter pemimpin masa depan, sebagaimana Zaid bin Tsabit yang sejak muda sudah menjadi pelindung kemurnian wahyu.
Banyak orang tua sering dihadapkan pada dilema:
-
“Kalau fokus tahfidz, apakah akademis anak akan tertinggal?”
-
“Kalau mengejar akademis, apakah hafalan Qur'an anak bisa terjaga dengan baik?”
Kini, Anda tak perlu lagi memilih salah satu. Ada sebuah program pesantren modern yang menggabungkan hafalan Qur'an, pendidikan akademis yang berijazah resmi, dan pembinaan karakter dalam satu paket yang terintegrasi.
Jembatan Antara Hafalan, Akademis, dan Masa Depan Anak
Di tahun pertama, santri fokus 80% untuk hafalan Al-Qur'an, membangun fondasi yang kuat dalam hati dan pikiran mereka. Tahun kedua, mereka mulai mengembangkan kemampuan bahasa Arab dan Inggris sambil terus menjaga hafalan.
Di tahun ketiga, perhatian bergeser pada persiapan akademis dan skill project, sehingga anak-anak siap menghadapi dunia perkuliahan maupun tantangan masa depan.
Hasilnya? Seorang remaja yang mutqin hafalannya, berijazah SMP/SMA, fasih berbahasa, dan memiliki keterampilan hidup yang memadai.
Inilah generasi yang tidak hanya mencintai Al-Qur'an, tetapi juga siap memimpin dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Langkah Kecil untuk Perubahan Besar
Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi buah hatinya.
Mungkin, inilah saatnya Anda mengambil langkah nyata untuk menghadirkan lingkungan yang tepat bagi mereka tumbuh dan berkembang.
Temukan informasi lengkap mengenai Program Santri Al-Qur'an 3 Tahun SMP/SMA dan lihat bagaimana program ini bisa menjadi jawaban atas doa-doa Anda untuk anak yang Qur'ani, berprestasi, dan siap masa depan.
Informasi Lengkap:
🌐 Website: https://gentaqurani.id/santri-al-quran
📱 WhatsApp: 0812-2650-2573 | 0813-9830-0644
📍 Lokasi: Sirnagalih, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 16770
Langkah kecil hari ini adalah investasi terbesar untuk masa depan anak tercinta. Hubungi kami sekarang untuk informasi lengkap dan jadilah bagian dari perjalanan menuju keunggulan dunia akhirat.
Wallahu a'lam bishawab. Semoga Allah SWT meridhoi langkah-langkah kita dalam mendidik generasi penerus yang cinta Al-Quran dan berakhlak mulia. Aamiin ya Rabbal alamiin.
Generasi Tarbiyah Qurani (Genta Qurani), adalah yayasan yang menaungi Pesantren Daarul Mutqin, Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kurikulum kami berfokus pada hafalan (tahfidz) Al Quran dengan beragam program yang ditawarkan untuk berbagai kalangan dan tingkatan usia.