
Keterikatan terhadap Hukum Syara' merupakan Konsekuensi Aqidah (1/2)
Pelajari mengapa keimanan tidak cukup hanya di hati! Temukan dalil Al-Quran dan hadits yang menjelaskan kewajiban Muslim taat pada hukum syariat sebagai bukti iman sejati. Lengkap dengan tafsir ulama terpercaya. Bagian pertama dari dua tulisan:
DAFTAR ISI
- ๐ Pengantar: Hubungan Tak Terpisahkan Iman dan Amal
- ๐ฏ Keimanan Harus Diejawantahkan dalam Amal Perbuatan
- โจ Karakter Mukmin Sejati: Sami'nฤ wa Atha'nฤ
- ๐ Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah
- โ๏ธ Syarat Keimanan yang Hakiki
- ๐ซ Paradoks Orang Munafik: Mengaku Beriman tapi Berhakim kepada Thaghut
- ๐ Penolakan Terhadap Keputusan Syariat
- ๐ฑ Menanamkan Kecintaan Al-Quran Sejak Dini: Investasi Terbaik untuk Anak
๐ Pengantar: Hubungan Tak Terpisahkan Iman dan Amal
Ajaran Islam berintikan aqidah dan syariah. Atau dalam bahasa al-Quran, disebut iman dan amal shaleh. Meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan, namun keduanya memiliki keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan.
Analogi Pohon dan Buah ๐ณ
Sebab, iman atau aqidah merupakan perkara ushul (pokok dan mendasar), sedangkan amal perbuatan atau syariah adalah perkara furu' (cabang) yang berpangkal pada aqidah. Bagaikan pohon, syariah adalah buah yang keluar dari aqidahnya.
Maka, melakukan dan menerapkan syariat Islam dalam amal perbuatan merupakan bukti dan konsekuensi logis keimanan.
๐ฏ Keimanan Harus Diejawantahkan dalam Amal Perbuatan
Tidak sedikit dinyatakan di dalam al-Qur'an maupun al-Sunnah bahwa keimanan haruslah diejawantahkan dalam bentuk amal perbuatan. Dengan kata lain, keimanan mengharuskan adanya penerimaan total terhadap hukum-hukum Allah serta kesanggupan untuk mengikatkan dirinya dengan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.
๐น Tidak Ada Pilihan Lain bagi Mukmin
Allah SWT berfirman:
"Tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata"
[QS al-Ahzab [33]: 36]
โจ Karakter Mukmin Sejati: Sami'nฤ wa Atha'nฤ
Al-Quran juga menggambarkan karakter seorang mukmin yang sejati adalah orang yang memiliki sikap tunduk, patuh, dan pasrah terhadap keputusan-keputusan syariat. Terhadap keputusan-keputusan syariat, sikap yang dimiliki adalah sami'nรข watha'nรข (kami mendengar dan kami taat), sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: 'Kami mendengar dan kami taat'. Dan merekalah orang-orang yang beruntung"
[QS al-Nur [24]: 51]
โก Kontras dengan Sikap Orang Munafik
Karakter ini bertolak belakang dengan sikap orang-orang munafik. Orang kafir yang mengaku dan menampakkan diri sebagai orang beriman. Pengakuan keimanan mereka sama sekali tidak dibuktikan dengan kesanggupan mereka diatur oleh ketentuan-ketentuan syariat.
Pola Pikir Munafik:
โ Tidak langsung menerima ketentuan syariat
๐ Meneliti terlebih dahulu apakah sejalan dengan kepentingannya
โ
Menerima jika menguntungkan
โ Menolak dengan berbagai dalih jika merugikan
Karakter tersebut dapat disimak pada firman Allah Swt:
"Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian di antar mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh"
[QS al-Nur [24]: 48-49]
๐ Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah
Di dalam ayat lainnya Allah Swt berfirman:
"Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnah beliau saw.), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya"
[QS al-Nisa' [4]: 59]
๐ Tafsir Para Ulama
Kata tanรขza'tum berarti kalian berselisih, baik yang terjadi antara kalian atau antara kalian dengan umara' kalian. Apabila hal itu terjadi, mereka diperintahkan mengembalikan agar perkara yang mereka perselisihkan itu kepada Allah dan al-Rasul. Yakni kepada al-Kitab dan al-Sunnah.
Para Mufassir yang Sependapat:
- Mujahid
- Qatadah
- Maimun bin Mahran
- al-Sudi
- al-Nasafi
- Ibnu Katsir
- al-Khazin
- al-Syaukani
- Ibnu Juzyi al-Kalbi
- al-Wahidi
- al-Jazairi
- al-Samarqandi
- al-Sa'di
๐ฏ Dua Aspek Kembali kepada Al-Kitab dan As-Sunnah
Menurut al-Jashshash, tindakan al-radd ilรข al-Kitรขb wa al-Sunnah (kembali kepada al-Kitab dan al-Sunnah) mencakup dua hal:
- 1. Al-Manshรปsh 'Alayh - Yang disebutkan secara tekstual, baik kata maupun maknanya
2. Jihatu al-Dalรขlah Alayh - Arah penunjukkan melalui al-qiyรขs wa al-nazhรขir (analogi dan pengamatan)
โ๏ธ Syarat Keimanan yang Hakiki
๐ Pernyataan Para Ulama
Al-Sa'di berkata mengenai ayat "Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian":
"Hal itu menunjukkan bahwa orang yang tidak mengembalikan masalah yang diperselisihkan kepada keduanya (al-Quran dan al-Sunnah), maka pada hakikatnya bukanlah seorang Mukmin, namun beriman kepada thagut, sebagaimana disampaikan dalam ayat selanjutnya."
Imam Ibnu Katsir menyatakan:
"Kalimat tersebut menunjukkan bahwa orang yang tidak meminta keputusan pada perkara yang diperselisihkan kepada al-Quran dan al-Sunnah dan tidak merujuk kepada keduanya, maka dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir."
๐ซ Paradoks Orang Munafik: Mengaku Beriman tapi Berhakim kepada Thaghut
Kemudian dalam ayat berikutnya Allah Swt berfirman:
"Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman pada apa yang diturunkan kepadamu (Al-Qur'an) dan pada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka hendak bertahkim kepada tagut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarinya. Setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sangat jauh"
[QS al-Nisa [4]: 60]
๐ค Kontradiksi yang Nyata
Sikap orang-orang munafik jelas-jelas paradoks. Bagaimana mungkin ada orang yang mengaku beriman kepada kitab-kitab Allah namun ketika memutuskan perkara, mereka tidak mengembalikan kepada kitab Allah, malah justru menggunakan hukum yang tidak bersumber darinya, yakni hukum thaghut (setiap sesembahan selain Allah Swt)?
Padahal, kitabullah tersebut memerintahkan mereka untuk mengingkari thaghut. Bukankah itu berarti terdapat kontradiksi antara ucapan dengan kenyataan?
๐ Asbabun Nuzul dan Tafsir Ibnu Katsir
Menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir berkata:
"Ini adalah peningkaran dari Allah Swt terhadap orang yang mengaku dirinya beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, juga kepada para nabi terdahulu, pada saat yang sama ia berkeinginan dalam memutuskan semua perselisihan merujuk kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya."
Riwayat Asbabun Nuzul:
- Ayat diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Anshar dan seorang lelaki Yahudi yang berselisih
- Si Yahudi berkata: "Antara aku dan kamu Muhammad sebagai pemutusnya"
- Si Anshar berkata: "Antara aku dan kamu Ka'b ibnul Asyraf sebagai hakimnya"
๐ Penolakan Terhadap Keputusan Syariat
Pada ayat berikutnya Allah Swt berfirman:
"Apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah (patuh) pada apa yang telah diturunkan Allah dan (patuh) kepada Rasul,' engkau (Nabi Muhammad) melihat orang-orang munafik benar-benar berpaling darimu"
[QS al-Nisa [4]: 61]
โก Penegasan Kriteria Keimanan
Ayat ini kembali mempertegas bahwa siapa pun yang mengaku beriman, sementara ia menolak terhadap keputusan-keputusan syariat, maka pengakuan iman mereka ditolak oleh Allah Swt.
Mereka baru dapat dikategorikan beriman ketika mereka mau menyerahkan berbagai perkara yang mereka perselisihkan kepada keputusan Rasulullah saw.
๐ฑ Menanamkan Kecintaan Al-Quran Sejak Dini: Investasi Terbaik untuk Anak
Setelah memahami betapa pentingnya keterikatan pada hukum syariat sebagai konsekuensi keimanan, sebagai orang tua tentu kita ingin menanamkan nilai-nilai ini kepada buah hati kita sejak usia remaja. Masa SMP dan SMA adalah golden age pembentukan karakter dan spiritual anak.
Pesantren Daarul Mutqin Genta Qurani di Megamendung, Bogor, memahami kekhawatiran para orang tua: bagaimana menyeimbangkan pendidikan spiritual yang mendalam dengan persiapan akademis untuk masa depan anak?
Kami hadir dengan program yang memadukan keduanya:
๐ Tahun Pertama: Fokus tahfidz Al-Quran (80%) + Diniyyah
๐ Tahun Kedua: Program bilingual + memperkuat hafalan
๐ฏ Tahun Ketiga: Skill project + akademis + persiapan kuliah
Dengan pendekatan bertahap ini, anak tidak perlu memilih antara menjadi hafidz Al-Quran atau berprestasi akademis. Keduanya bisa dicapai dengan seimbang.
Bukankah ini yang selama ini kita cari untuk masa depan anak-anak kita?
Jika Anda ingin mengetahui lebih dalam tentang program ini atau berkonsultasi mengenai pendidikan terbaik untuk putra-putri Anda, kami dengan senang hati siap membantu.
Informasi & Konsultasi:
๐ฑ WhatsApp: 0812-2650-2573 | 0813-9830-0644
๐ Website: https://gentaqurani.id/santri-al-quran
Generasi Tarbiyah Qurani (Genta Qurani), adalah yayasan yang menaungi Pesantren Daarul Mutqin, Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kurikulum kami berfokus pada hafalan (tahfidz) Al Quran dengan beragam program yang ditawarkan untuk berbagai kalangan dan tingkatan usia.