Skip to main content

Menjawab Stigma Buruk Pesantren: "Apakah Benar Sarang Kemaksiatan?"

Pondok pesantren memiliki peran penting dalam pendidikan di Indonesia, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral kepada generasi muda. Namun, beberapa waktu terakhir kabar tentang bullying, kekerasan fisik, atau pelecehan seksual yang terjadi di beberapa pondok pesantren telah menciptakan stigma negatif, yang dampaknya membuat pesantren kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

Hal tersebut memang tidak terjadi di seluruh pesantren di Indonesia, hanya sebagian, namun mencederai pesantren lain yang tidak terseret dalam permasalahan tersebut. Percayalah, pesantren itu tempat yang baik, jika elemen yang berada di dalamnya benar-benar melaksanakan dan menjaga koridor syari’at Islam. Namun, jika pesantren hanya menjadi tempat sekedar belajar tanpa elemen yang berada di dalamnya mengamalkan apa yang dipelajarinya, maka kembali lagi, ada 2 faktor yang harus menjadi evaluasi bagi semuanya.

Pertama adalah faktor dari pribadi pengajar atau pembelajar. Contoh, ada santri atau pengajar yang hafal Qur’an, tetapi masih pacaran. Berarti, hafalannya hanya sekedar di lisan, tetapi tidak diresapi ke dalam hati, sehingga dia belum bisa mengamalkan isi Qur'an. Atau bisa jadi niatnya salah dalam menghafal, sehingga Allah hanya mudahkan untuk menghafal, namun tidak mengamalkannya. Sementara itu, hafiz Qur'an hakiki adalah ia yang menghafal, mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan isinya.

Jika terdapat ustadz atau ustadzah yang juga berperilaku tidak sesuai sebagaimana syariat Islam ajarkan, maka bukan salah agamanya, tetapi salah orangnya. Kita hanya perlu mengoreksi kesalahan dari orang tersebut, bukan membenci atau menghakimi. Setiap orang pasti pernah mempunyai kesalahan, tetapi yang membedakan manusia dengan setan adalah kita punya taubat. Selama nafas masih berhembus, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk kembali kepadaNya.

Faktor kedua, stigma negatif masyarakat terhadap pesantren bukan hanya tentang kasus yang terjadi di dalamnya dan ulah oknum tidak bertanggung jawab, tetapi bisa juga faktor dari pesantren nya sendiri—pemimpin yang tidak mengayomi, tetapi hanya memerintah (otoriter), menuntut penghormatan (kultus) berlebihan, serta mencari keuntungan duniawi semata, pengawasan atau keamanan dari pesantren yang kurang maksimal, lebih banyak jumlah peserta didik daripada tenaga pengajar, sistem manajemen yang buruk, tidak adanya peraturan yang tegas dari pihak pesantren ketika terdapat santri yang melakukan pelanggaran syari’at atau bahkan terkesan melakukan pembiaran, dan hal lainnya yang harus menjadi bahan evaluasi untuk pesantren berbenah menjadi lebih baik.

Maka, yang harus berbenah bukan hanya pihak di luar pesantren, tetapi pesantren juga harus melakukan evaluasi setiap harinya agar bisa menjadi lebih baik dan mendapat kepercayaan kembali dari masyarakat. Jika ada kesalahan diperbaiki, jika ada kritik dan saran diterima untuk melakukan pembenahan.

Karena kepercayaan bukan diminta, namun dibuktikan, lalu didapatkan. Yang terlibat dalam dunia pendidikan di pesantren bukan hanya pihak dalam saja, tetapi melibatkan orang tua, pihak pesantren, santri dan juga lingkungan sekitar. Jadi, semua harus berbenah ketika terdapat kesalahan yang terjadi di pesantren agar seimbang dalam penyelesaian dan tidak saling menyalahkan. Pun sebagai manusia yang sudut pandangnya relatif dan terkadang kurang objektif, kita harus belajar agar bisa memandang suatu hal dari segala sisi.

Yang bukan santri tidak lantas menjadikan mereka bukan orang baik, tetapi yang menjadi santri sudah seharusnya menjadi baik. Kenapa? Karena lingkungan mereka sudah baik. Jangan sampai perilaku santri yang salah menjadi tolak ukur orang lain untuk bermaksiat. Bukan memandang ustadz ustadzah seperti malaikat, tetapi santri harus memiliki sopan santun dan adab yang baik terhadap pengajar.

Ustadz ustadzah pun juga berpeluang salah, maka santri juga bisa mengingatkan, orang tua bisa memberi masukan. Yang terpenting, baik santri atau bukan jangan pernah merasa diri lebih mulia karena semua di mata Allah sama, yang membedakan adalah takwaNya.

Semoga Allah selalu jadikan santri kami, orang yang bertakwa dan takut hanya kepada Allah.

Wallahu a’lam bis showab.

Penulis: Eka Melinda.

 

Mau merasakan seru dan nyaman hidup di pesantren? Yuk , gabung di pesantren Daarul Mutqin Megamendung, Puncak. Untuk daftar lengkapnya klik di sini.

 

Diterbitkan Dikategori Blog.