Skip to main content
Ilustrasi Lokasi Perang Mu'tah

Tiga Panglima Perang Mu'tah yang Gugur Syahid: Pelajaran Keimanan untuk Generasi Muda

Pernahkah kita membayangkan bagaimana rasanya memimpin pasukan dengan jumlah yang jauh lebih sedikit dibanding musuh? Bahkan dengan perbandingan satu berbanding tiga puluh?

Itulah yang dialami oleh tiga sahabat mulia Rasulullah SAW dalam Perang Mu'tah, sebuah pertempuran yang penuh hikmah tentang keberanian, kepemimpinan, dan keikhlasan berjuang di jalan Allah.

DAFTAR ISI

Latar Belakang Perang Mu'tah

01 rute perjalanan perang mutah

Pada bulan Jumadil Awal tahun kedelapan Hijriah—sekitar tahun 629 Masehi—Rasulullah SAW mengirimkan pasukan berjumlah tiga ribu prajurit pilihan menuju Syam (Suriah). Ekspedisi ini dipimpin langsung oleh Zaid bin Haritsah, anak angkat Nabi yang sangat dicintai.

Apa yang melatarbelakangi pengiriman pasukan ini? Ternyata, ada suku-suku Arab yang telah mengkhianati kepercayaan. Mereka dengan tega menyerang para dai—juru dakwah Islam—yang sedang menjalankan tugas mulia menyebarkan ajaran Tauhid. Misi ini menjadi bentuk perlindungan sekaligus pembelajaran bagi mereka yang berani menghalangi dakwah Islam.

Sebelum keberangkatan, Rasulullah SAW memberikan instruksi kepemimpinan yang sangat jelas dan terstruktur. Beliau bersabda, "Kalau Zaid gugur, maka Ja'far bin Abu Thalib yang akan memegang tampuk pimpinan. Bila Ja'far gugur, maka Abdullah bin Rawahah menggantikannya."

Perintah ini menunjukkan betapa Nabi SAW sangat memperhatikan regenerasi kepemimpinan dalam setiap misi penting umat Islam.

Ketika Kabar Buruk Tiba

Berita tentang keberangkatan pasukan Muslim sampai ke telinga penguasa Romawi di Syam, yaitu Kaisar Heraklius. Sebagai respons, ia segera mempersiapkan pasukan raksasa berjumlah sekitar 100 ribu prajurit yang dipimpin oleh Panglima Theodurus, sang adik kaisar. Bayangkan, perbandingannya hampir satu berbanding tiga puluh!

Ketika informasi ini sampai kepada Zaid bin Haritsah, beliau segera mengadakan musyawarah bersama para komandan. Sebagian mengusulkan agar mereka melaporkan situasi ini terlebih dahulu kepada Rasulullah SAW di Madinah, menunggu instruksi lebih lanjut.

Namun, Abdullah bin Rawahah—yang dikenal memiliki semangat juang tinggi—memberikan pandangan yang berbeda. Dengan penuh keyakinan, ia berkata:

"Yang kalian segani adalah hal yang justru kalian bertolak karena menginginkannya. Kita tidak pernah berperang karena mengandalkan bilangan dan kekuatan, tetapi berdasarkan kebenaran agama ini. Marilah kita maju! Karena kita hanya punya dua alternatif. Menang atau gugur sebagai syahid."

Kata-kata ini menggugah semangat seluruh pasukan. Mereka menyadari bahwa kemenangan sejati bukan ditentukan oleh jumlah, tetapi oleh keikhlasan dan pertolongan Allah SWT.

Gugurnya Zaid bin Haritsah: Anak Angkat Nabi yang Pemberani

02 masjid zaid bin haritsah

Peperangan dahsyat yang tidak seimbang pun pecah di Mu'tah, sebuah wilayah yang kini berada di Yordania. Zaid bin Haritsah—yang memegang bendera Rasulullah SAW—melesat ke tengah medan perang dengan penuh keberanian. Ia membabat siapa saja yang berani menghadangnya.

Zaid, yang merupakan anak angkat Nabi SAW, sangat menyadari bahwa kematiannya hampir pasti terjadi mengingat besarnya kekuatan musuh. Namun, keyakinan itu justru membuatnya semakin gigih. Akhirnya, ia pun gugur sebagai syahid di jalan Allah, menjadi panglima pertama yang mengorbankan nyawanya dalam pertempuran ini.

Kepahlawanan Ja'far bin Abu Thalib

03 ilustrasi kaligrafi jafar

Setelah Zaid gugur, bendera suci Rasulullah SAW diambil alih oleh Ja'far bin Abu Thalib, paman Nabi SAW yang saat itu masih berusia 30 tahun. Ja'far memberikan perlawanan yang luar biasa dahsyat. Dengan semangat membara, ia terus berjuang di garis depan.

Namun, serbuan musuh semakin keras dan tak terhindarkan. Dalam perlawanan yang heroik, kedua tangan Ja'far putus akibat serangan musuh. Meski demikian, ia tetap berusaha memegang bendera dengan menggigitnya. Akhirnya, Ja'far gugur setelah badannya terbelah. Pengorbanannya yang luar biasa ini menjadi simbol kesetiaan kepada ajaran Islam dan kepemimpinan Rasulullah SAW.

Abdullah bin Rawahah: Panglima Ketiga yang Tidak Gentar

Kini giliran Abdullah bin Rawahah—sang motivator yang menggerakkan pasukan untuk tetap maju—memegang bendera panji Rasulullah SAW. Meski telah menyaksikan dua pemimpin sebelumnya gugur, ia tidak gentar sedikit pun.

Abdullah terus berjuang dengan gagah berani, meski diberondong senjata musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak. Akhirnya, ia pun gugur dengan heroik, menyusul dua sahabatnya yang telah mendahuluinya ke surga Allah SWT.

Karamah Rasulullah: Melihat Gugurnya Para Sahabat dari Madinah

04 landscape horizon silhouette cloud sky sunrise

Sementara pertempuran sengit terjadi di Mu'tah, Rasulullah SAW sedang berada di Madinah bersama para sahabat dalam sebuah majelis. Tiba-tiba, para sahabat melihat wajah beliau berubah. Rasulullah SAW terdiam dengan pandangan kosong, seolah melihat sesuatu yang jauh.

Air mata mulai menetes di pipi mulia beliau. Sambil menahan tangis, Rasulullah SAW memandang para sahabat dan berkata:

"Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah. Ia bertempur bersamanya hingga gugur sebagai syahid. Kemudian, panji diambil alih oleh Ja'far. Ia bertempur dan syahid juga. Panji itu lalu dipegang oleh Abdullah bin Rawahah dan ia bertempur, lalu gugur sebagai syahid."

Nabi SAW kemudian terdiam sebentar, sementara matanya masih berkaca-kaca. Kemudian beliau melanjutkan dengan kabar gembira:

"Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku di surga."

Subhanallah! Inilah karamah yang Allah berikan kepada Rasul-Nya, dapat melihat peristiwa yang terjadi jauh dari pandangan mata biasa. Sekaligus, ini menjadi penghiburan bagi keluarga para syuhada bahwa orang-orang terkasih mereka telah mendapat tempat mulia di sisi Allah SWT.

Pelajaran Berharga dari Perang Mu'tah untuk Anak-Anak Kita

Sebagai orang tua yang mencintai Al-Qur'an dan ingin menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak-anak remaja kita, kisah Perang Mu'tah memberikan banyak hikmah yang sangat relevan:

1. Kepemimpinan yang Visioner

Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya perencanaan suksesi kepemimpinan. Beliau tidak hanya menunjuk satu pemimpin, tetapi juga mempersiapkan pengganti jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ini menunjukkan bahwa dalam kepemimpinan Islam, kita harus selalu siap dengan rencana cadangan.

2. Keberanian Bukan Soal Jumlah

Abdullah bin Rawahah mengajarkan kita bahwa keberanian sejati bukan ditentukan oleh banyaknya pendukung atau kekuatan fisik. Yang terpenting adalah keyakinan kepada Allah dan kebenaran yang kita perjuangkan. Pesan ini sangat penting untuk anak-anak remaja kita yang sering menghadapi tekanan pergaulan.

3. Konsistensi dalam Prinsip

Ketiga panglima ini menunjukkan konsistensi luar biasa. Mereka tidak mundur meski tahu kematian menanti. Ini mengajarkan anak-anak kita untuk teguh pada prinsip kebenaran, meskipun harus menghadapi tantangan berat.

4. Ikatan Spiritual Guru dan Murid

Karamah yang ditunjukkan Rasulullah SAW—dapat melihat peristiwa dari jauh—menunjukkan betapa kuatnya ikatan spiritual antara guru dan murid, antara pemimpin dan pengikutnya. Ini mengajarkan kita pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan guru, ustadz, dan para ulama.

5. Pahala Syahid yang Agung

Rasulullah SAW mengabarkan bahwa ketiga sahabat itu berada di tempatnya di surga. Ini menunjukkan betapa mulianya derajat orang-orang yang gugur di jalan Allah. Kita bisa mengajarkan anak-anak bahwa perjuangan di jalan Allah—dalam bentuk apa pun—akan mendapat balasan yang sangat istimewa dari Allah SWT.

Relevansi dengan Kehidupan Remaja Masa Kini

05 Teen Reading Little Fun Club

Mungkin anak-anak kita bertanya, "Apa hubungan kisah perang ini dengan kehidupan kami?"

Jawabannya sederhana: prinsip-prinsip yang dipegang oleh ketiga panglima Mu'tah ini sangat relevan dengan tantangan remaja masa kini. Ketika mereka menghadapi peer pressure untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, mereka perlu keberanian seperti Abdullah bin Rawahah untuk berkata, "Tidak!"

Ketika mereka merasa sendirian dalam memperjuangkan kebenaran di sekolah atau lingkungan pergaulan, kisah tiga ribu prajurit yang berani melawan seratus ribu musuh akan mengingatkan mereka bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang beriman.

Ketika mereka harus memilih antara popularitas atau prinsip, pengorbanan Zaid, Ja'far, dan Abdullah mengajarkan bahwa integritas lebih berharga daripada pengakuan sesaat.

Penutup: Warisan yang Abadi

Kisah gugurnya tiga panglima Perang Mu'tah ini bukan sekadar catatan sejarah. Ini adalah warisan spiritual yang harus kita teruskan kepada generasi penerus kita. Pengorbanan mereka mengingatkan kita bahwa perjuangan di jalan Allah membutuhkan keberanian, keikhlasan, dan keteguhan hati.

Sebagai orang tua, mari kita ceritakan kisah-kisah heroik seperti ini kepada anak-anak kita. Biarkan nilai-nilai kepahlawanan Islam tertanam dalam jiwa mereka, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang kuat, berani, dan berprinsip.

Semoga Allah SWT merahmati para syuhada Perang Mu'tah dan mengumpulkan kita bersama mereka di surga-Nya kelak. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Sumber: Artikel ini diadaptasi dari tulisan Hasanul Rizqa yang dipublikasikan pada 5 November 2025 di Republika.co.id.


Tanamkan Nilai Kepahlawanan Islam dalam Jiwa Anak Kita

reguler 25 04 17

Kisah tiga panglima Mu'tah di atas bukan sekadar cerita masa lalu. Ini adalah bekal spiritual yang harus kita wariskan kepada anak-anak kita. Namun, di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang penuh distraksi, pertanyaannya: bagaimana kita bisa memastikan nilai-nilai mulia ini benar-benar tertanam dalam jiwa mereka?

Banyak orang tua seperti kita yang gelisah. Di satu sisi, kita ingin anak-anak hafal Al-Qur'an dan memahami Islam secara mendalam. Di sisi lain, kita tak ingin mereka tertinggal dalam akademis atau kehilangan skill untuk masa depannya.

Kabar baiknya, Program Santri Tahfidz Al-Qur'an SMP/SMA 3 Tahun Pesantren Daarul Mutqin Genta Qurani hadir sebagai jembatan solusi. Program ini dirancang khusus untuk remaja SMP/SMA dengan pendekatan bertahap yang sangat bijak:

Tahun pertama, anak fokus menghafal Al-Qur'an (target mutqin 30 juz) dengan proporsi 80% tahfidz. Tahun kedua, mereka mengembangkan kemampuan bilingual (Arab-Inggris) tanpa meninggalkan program Qur'an. Tahun ketiga, fokus beralih ke skill project, akademis berijazah, dan persiapan kuliah.

Bayangkan: anak kita tidak hanya hafal Al-Qur'an, tetapi juga siap menghadapi dunia dengan bekal critical thinking, kemampuan bahasa internasional, dan kesiapan akademis. Mereka akan tumbuh seperti para panglima Mu'tah—berani, berprinsip, dan siap memimpin.

Jika hati Anda terketuk, mari kita bicarakan lebih lanjut. Kunjungi gentaqurani.id/santri-al-quran atau hubungi kami di 0812-2650-2573 | 0813-9830-0644. Lokasi kami di Sirnagalih, Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Masa depan anak adalah investasi akhirat kita. Mari wujudkan bersama. 💚



quran camp 2025 04 19

Generasi Tarbiyah Qurani (Genta Qurani), adalah yayasan yang menaungi Pesantren Daarul Mutqin, Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Kurikulum kami berfokus pada hafalan (tahfidz) Al Quran dengan beragam program yang ditawarkan untuk berbagai kalangan dan tingkatan usia.

✓ Link berhasil disalin!
Diterbitkan Dikategori Seputar Islam.
Tagar: 2025